Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR

1.  AL-'ALAQ (96): 1-5

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah ('alaqah), yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

TAFSIR AYAT

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.

اقْرَأْ = bacalah!

Kata قرأ secara harfiah berarti menghimpun, menggabungkan. Yaitu, menghimpun dan menggabung-gabungkan huruf-huruf menjadi kata, frasa, dan kalimat. Terjemahannya adalah membaca. Membaca adalah menghimpun informasi. Informasi yang sistematis adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu bersifat akumulatif, artinya terus berkembang karena kemampuan manusia membaca.

Perintah membaca dalam ayat di atas tidak disebutkan objeknya (maf'ul bih). Itu mengandung arti bahwa yang dibaca itu bersifat umum (seluruhnya), meliputi yang tersurat, yaitu Al-Qur'an (ayat-ayat qauliyyah), dan yang tersirat, yaitu alam semesta (ayat-ayat kauniyyah).

Al-Qur'an jelas merupakan ayat Allah. Alam juga ayat Allah sebagaimana dinyatakan Allah secara eksplisit dalam surah Ali 'Imran (3) 190-191:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ  . الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Ayat secara harfiah artinya tanda, yaitu tanda adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Al-Qur'an dan alam merupakan tanda adanya Allah Yang Maha kuasa itu. Hal itu karena kekukuhan dan kebenarannya. Al-Qur'an amat kukuh dan benar bahasanya, strukturnya, isinya, dan sebagainya, yang tidak akan mungkin dijiplak apalagi ditandingi manusia. Bagitu juga alam: kukuh strukturnya dan hukum-hukumnya, yang tidak akan mungkin ditiru apalagi ditandingi manusia. Bahkan tingkat kebenaran Al-Qur'an lebih tinggi dibanding tingkat kebenaran alam. Alam hanya disebut sebagai ayat, namun Al-Qur'an disebut sebagai ayat bayyinat (ayat yang sangat nyata) sehingga tidak mungkin ditolak. Karena keamatkukuhan alam dan Al-Qur'an itulah maka keduanya dinyatakan sebagai ayat (tanda) adanya Allah dan kemahakuasaan-Nya. Manusia yang mempelajari alam, apalagi Al-Qur'an, seharusnya beriman kepada-Nya.

Ayat pertama yang turun berupa perintah membaca itu mengandung arti bahwa:

1. Umat Islam seyogyanya pandai baca tulis. Implikasinya: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan, minimal untuk membuat rakyat pandai membaca, menulis, dan berhitung, yang harus ditingkatkan sesuai kebutuhan masyarakatnya.

2. Umat Islam harus antusias membaca. Membaca lebih jauh ialah meneliti, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam harus antusias membaca, meneliti/riset, menulis, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ = dengan nama Tuhanmu

رب terambil dari akar kata ربا - يربو berarti tumbuh. رب  adalah Tuhan yang menumbuhkembangkan alam ciptaan-Nya, atau, dari kata رب - يُرب yang berarti menyiasati. رب adalah Tuhan yang menyiasati dan mengelola alam ini.

خلق menciptakan, yang secara umum digunakan dalam Al-Qur'an untuk penciptaaan dari tiada. Ada juga dari sudah ada, seperti potongan dari surah Al-Mu'minun (23): 14

ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا

Kemudian zigot itu Kami jadikan 'alaqah, lalu 'alaqah itu Kami jadikan sekunyahan daging, lalu sekunyahan daging itu Kami jadikan tulang belulang.

"Dengan nama Tuhanmu" maksudnya "dengan menyebut nama Tuhanmu", menyebut nama Tuhan ketika akan membaca dimaksudkan supaya Dia menolong yang membaca untuk memperoleh ilmu yang dia inginkan, dan supaya ilmu yang diinginkan itu bermanfaat dan berkah bagi dirinya, masyarakat, dan umat manusia. Dengan demikian, umat Islam menghendaki agar umatnya hanya mengembangkan ilmu yang islami.

Namun demikian, ilmu itu sendiri sifatnya netral, itulah hukum yang ditentukan Allah bagi ilmu, ia ibarat pisau bermata dua; dapat digunakan untuk yang bermanfaat namun juga dapat digunakan untuk hal yang berbahaya. Tergantung kepada yang menggunakannyalah fungsi pisau itu. Dengan demikian, manusia yang menggunakannya itulah yang perlu dibina menjadi manusia yang beriman dan berakhlaq, yang meyakini bahwa menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kebaikan akan berpahala. Sedang menggunakannya untuk kejahatan akan berdosa.


خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah ('alaqah).

عَلَق (blastomer), jamak dari عَلَقة, yaitu nuthfah (zigot atau ovum yang sudah terbuahi sperma) yang sudah menempel di rahim.

Manusia khusus disebutkan di sini untuk menunjukkan bahwa manusia diberi kedudukan istimewa, misalnya diberinya tubuh, pancaindra, akal, dan hati sanubari yang sempurna dan ideal.

'Alaqah (blastomer) adalah zigot yang sudah menempel di rahim ibu. Sebagaimana diketahui, urutan penciptaan manusia adalah sulalah min thin (sari pati atau ekstrak tanah), yaitu sari pati makanan yang diisap oleh tanaman dari dalam tanah. Ketika tanaman itu dimakan oleh manusia maka muncul sperma dan ovum; nuthfah (zigot); 'alaqah (blastomer); mudhghah (embrio) dari madhagha (mengunyah), yaitu zigot yang sudah tumbuh menjadi sekerat daging yang besarnya sebesar daging yang dikunyah waktu makan; 'izham wa lahm (tulang yan dibungkus daging); khalq akhbar (makhluk lain) yaitu janin yang sudah memiliki organ tubuh lengkap. (lihat Al-Mu'minun/23:12-14. Untuk lebih jelas lihat Salman Harun, 2000, Mutiara Al-Qur'an, Jakarta: Logos.

'Alaqah secara fisik tidak ada artinya. Ia juga lemah dan labil, karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibu. Akan tetapi, dari 'alaqah itulah kemudian Allah membentuk makhluk yang istimewa; manusia. Penyebutan penciptaan dari 'alaqah dengan demikian maksudnya antara lain untuk menunjukkan betapa kuasa Allah yang telah menciptakan suatu makhluk yang paling hebat dari sesuatu yang sangat lemah dan tidak berarti. Juga untuk menyadarkan manusia agar mereka tidak sombong apalagi menentang Tuhan karena merasa kuasa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai.


 اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.

الْأَكْرَمُ berarti Yang Teramat Pemurah. Terambil dari kata كريم yang secara harfiah berarti pemurah dan sering diterjemahkan dengan mulia, yaitu mulia karena sifat pemurah.

Dari ayat ini, sekali lagi diperintahkan membaca, yang mengandung arti bahwa membaca suatu bacaaan minimal perlu dilakukan dua kali. Membaca satu kali baru menghasilakan pengetahuan yang samar. bacaan perlu diulang minimal sekali lagi agar apa yang dibaca itu dapat dipahami lebih baik (ini diakui dalam psikologi membaca).

Dengan membaca minimal dua kali itulah,  وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ  (Tuhanmu amat pemurah), yaitu Allah memantapkan dan menambah ilmu kepada orang yang membaca. Allah, dengan demikian, adalah sumber ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang dapat memuliakan dan membahagiakan pemilik ilmu itu dan umat manusia. Dengan ilmulah manusia menjadi mulia. Allah, dengan demikian, perlu didekati, dan ilmu pengetahuan seharusnya dapat mendekatkan diri manusia kepada Tuhan dan memuliakan manusia.


الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.

maksudnya, Allah menciptakan alat-alat yang dapat dijadikan pena oleh manusia, dan memberi manusia kemampuan untuk menggunakan pena itu, pengajaran melalui pena itu berarti bahwa budaya baca-tulis, di samping budaya oral (pidato, diskusi, debat, dan sebagainya.), hal itu dikarenakan bahwa ilmu pengetahuan itu tertulis. Dengan tertulis, ilmu pengetahuan itu akan dapat dibaca secara luas, lintas waktu karena dapat dibaca sepanjang zaman, dan lintas generasi karena dapat dibaca oleh generasi-generasi berikutnya. Ilmu pengetahuan dengan demikian dapat didalami, dikritisi, dan dikembangankan.

Yang diperintahkan dalam ayat-ayat di atas ialah Nabi Muhammad. Dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa beliau ummiy yaitu tidak bisa baca-tulis. Namun demikian, dari perintah itu dipahami bahwa Nabi Muhammad kemudian mungkin sekali paham baca-tulis itu. Hal itu mengingat bahwa beliau adalah seorang yang cerdas (fathanah), sekali ajar saja sudah melekat di dalam hati beliau. Akan tetapi, pengetahuan beliau tidaklah diperolehnya dari kemampuan baca-tulis itu. Ilmunya bersumber langsung dari Allah dan guru beliau adalah Allah melalui 'asisten-Nya', Jibril.


.عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dengan budaya baca-tulis, pengetahuan manusia berkembang. hal itu dikarenakan bahwa pengetahuan itu tersimpan dan dapat dibaca, dikritik, dan dikembangkan oleh orang lain atau generasi berikutnya.


NILAI-NILAI PENDIDIKAN

1. Kemampuan pertama dan utama (setelah kemampuan fisik seperti duduk, berjalan, berlari, dan sebagainya) yang wajib dikuasai manusia adalah kamampuan baca-tulis (dan berhitung). Belajar hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Siapa yang tidak mau belajar maka ia berdosa. Orang tua yang tidak mengajari atau menyekolahkan anaknya, ia pun berdosa.

2. Umat Islam harus bergairah membaca dan menulis, artinya meneliti dan mengembangakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Budaya baca-tulis-penelitian itulah yang paling perlu dikembangkan. hanya dengan budaya itulah peradaban umat manusia dapat ditingkatkan.

3. Objek yang dibaca tidak disebutkan dalam ayat itu. Hal itu berarti bahwa yang perlu dibaca, diteliti, dan dikembangkan adalah seluruh ayat Allah. Ayat-ayat-Nya meliputi wahyu (ayat qauliyah, Al-Qur'an) dan alam semesta (ayat kauniyah). Membaca dan meneliti kedua ayat itu sama-sama akan membuahkan keimanan dan ketakwaan. Dimulai dari arah mana pun penelitian itu akan menghasilkan sikap yang sama. bila dimulai dari ayat-ayat qauliyah, wahyu penuh berisi deskripsi tentang alam yang menantang, itu akan mengarahkannya untuk penelitian alam. Bila dimulai dengan ayat-ayat kauniyah, kehebatan alam raya ini akan mengarahkan manusia untuk mengakui adanya Yang Maha Pencipta. Iman pun meningkat. Di samping itu, ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang bersamaan dengan peningkatan iman itu. Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa proses pemahaman wahyu itu ialah zikir dan proses pemahaman alam ialah pikir. Dimulai dari zikir manusia menemukan ciptaan-Nya yaitu alam, lalu terjadilah pikir. Bila dimulai dari pikir, manusia akan menemukan Tuhan, lalu terjadilah zikir. jadi, zikir dan pikir itu terjadi silih berganti dan berkesinambungan. Yang mampu melakukannnya ialah ulul-albab, yaitu yang memiliki pikiran yang jernih dan objektif, tidak dikendalikan nafsu. (lihat Ali 'Imran (3): 190-191)

4. Setinggi apa pun prestasi yang dicapai manusia, ia perlu ingat asal-usulnya, yaitu 'alaqah, sesuatu yang tidak berdaya dan berharga. Oleh karena itu, ia tidak boleh sombong apalagi membangkang kepada Allah.

5. Adanya perintah membaca dari Allah mengandung isyarat bahwa pemerintah perlu menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya. Lebih jauh pemerintah berkewajiban mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga tidak kalah pentingnya ialah penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan agama.


IMPLEMENTASI NILAI DALAM PENDIDIKAN

1. Membaca permulaan diajarkan berdasarkan prinsip gestalt (dari kesatuan diuraikan bagian-bagian), yakni mengajarkan huruf dalam kata yang bermakna kemudian baru diajarkan huruf berikutnya.

2. Membiasakan (drill) anak-anak mengalisis subjek, objek, dan keterangan kalimat. (Tentang metode drill, lihat Depag, 1981: 236)

3. Membiasakan anak-anak menganalisis 5W 1H (What, Where, When, Who, Why, How).

4. Membiasakan anak-anak mampu melakukan "membaca cepat" (speed reading) dan mampu menangkap pesan yang dibaca.

5. Membiasakan anak-anak mampu menangkap "pesan pokok" (central message) setiap alinea.

6. Membiasakan anak-anak mampu menangkap "pesan utama" (main message) karya tulis.


2. AL-TAUBAH (9): 122

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

TAFSIR AYAT

وَمَا كَانَ Maksudnya tidak pernah (pada masa lalu) dan tidak akan (pad masa yang akan datang) terjadi. Sementara itu, يَنْفِرُ -  نَفَرَ maknanya pergi ke medan juang dengan penuh semangat. Dengan demikian makna:

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً

ialah tidak pernah (pada masa lalu) dan tidak boleh (pada masa yang akan datang) terjadi umat Islam seluruhnya tumpah ruah ke medan jihad, yakni peperangan fisik. Maksudnya, perintah yang sangat kepada kaum muslimin agar jangan pergi seluruhnya berkuah darah ke medan perang fisik.

Ayat ini turun setelah Nabi Muhammad kembali dari Perang Tabuk, menghadapi penyerangan Romawi Timur (Bizantium). Beliau harus menghadapi lagi ancaman beberapa kabilah di beberapa daerah. Beliau tidak menghadapinya langsung, tetapi mengirim beberapa ekspedisi. Semua kaum muslimin di Madinah ingin ikut. Maka, turunlah ayat ini yang mengharuskan adanya yang tinggal bersama Nabi di Madinah.

فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.

Demikianlah etika peperangan Nabi, yaitu bahwa bila peperangan itu langsung beliau pimpin maka semua harus ikut. Itu merupakan tanda bahwa peperangan itu besar dan amat menentukan hidup dan mati Islam. Akan tetapi, bila Nabi tidak ikut dan pimpinan peperangan itu diserahkan beliau kepada orang lain, kaum muslimin tidak boleh pergi semuanya, tetapi harus ada yang tinggal bersama Nabi untuk memperdalam agama.

Yang sangat menarik dalam ayat ini ialah diungkapkannya pergi mendalami agama dengan kata yang sama dengan pergi ke medan juang fisik, yaitu نَفَرَ (fi'l madhi dari يَنْفِرُ). Dengan demikian pergi dengan penuh semangat mendalami agama dipandang setingkat nilainya oleh Allah dengan peperangan fisik (keduanya tergolong jihad).

Peperangan fisik tujuannya ialah untuk memperoleh keunggulan duniawi. Pada zaman modern ini, keunggulan duniawi itu tidak perlu dicapai dengan peperangan fisik itu, tetapi dengan penguasaan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, umat Islam perlu memberikan perhatian penuh pada usaha-usaha untuk memperoleh keunggulan dalam penguasaan ilmu dan teknologi tersebut. Oleh karena itu, umat Islam harus intensif mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu agama.

Yang mengembangkan pengetahuan agama ialah kelompok khusus yang anggota-anggotanya merupakan wakil dari kelompok-kelompok masyarakat, baik berdasar teritorial, aliran, etnis, maupun sebagainya. Karena itu, mereka pantas dipandang sebagai kelompok elite.

Cara mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ialaha dengan penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan umum. Sementara itu, cara pengembangan ilmu agama ialah degnan menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan agama. Permintaan agama itu sudah dipenuhi di negeri kita, denga berdirinya lembaga-lembaga pendidikan umum di seluruh daerah, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga pendidikan agama juga dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Yang masih menjadi masalah ialah tingkat keberhasilan lembaga-lembaga pendidikan itu.

وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Tugas mereka yang mendalami agama sekembalinya mereka di tengah-tengah kaum mereka adalah memperingatkan, yaitu berdakwah agar umat mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sementara itu, kewajiban mereka yang didakwahi ialah menerima ajakan tersebut.


NILAI-NILAI PENDIDIKAN

1. Mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama, dipandang oleh Islam sama artinya dengan jihad di medang perang.

2. Umat Islam perlu menumpahkan perhatiannya pada pengembangan pendidikan umum untuk meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tidaklah melupakan pengembangan pendidikan agama untuk meningkatkan penguasaan nilai-nilai moral dan spiritual.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk meningkatkan moral, keimanan, dan ketakwaan. Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang atau bangsa seharusnya semakin tinggi pula moral, keimanan, dan ketakwaan orang atau bangsa itu.


IMPLEMENTASI NILAI DALAM PENDIDIKAN

Melakukan integrasi pendidikan, yaitu membiasakan (drill) dimasukkannya informasi yang relevan dari Al-Qur'an dan Hadis ke dalam informasi ilmu pengetahuan, dan sebaliknya.


3. AL-MUJADILAH (58): 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepada kalian: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kalian", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.


TAFSIR AYAT

Ayat ini turun berkenaan dengan kedatangan beberapa orang ke tengah majelis pengajaran Nabi Muhammad. Mereka yang sudah hadir lebih dahulu enggan memberikan tempat bagi mereka. Akan tetapi, mereka yang datang itu adalah veteran Perang Badar yang sangat Nabi hormati. Nabi sampai menunjuk si A, si B, dan nama-nama lainnya untuk sedikit beringsut (bergeser) atau berdiri dan pergi untuk memberikan tempat bagi mereka. Belakangan timbul isu-isu yang bernada tidak senang dengan perlakuan itu. Turunlah ayat ini.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepada kalian: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian.

تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ

Berlapang-lapanglah dalam majelis.

Maksudnya ialah memberi tempat kepada orang lain untuk mengikuti majelis itu. Majelis itu merupakan majelis pengejaran, yang mengandung arti bahwa pendidikan itu harus demokratis, yaitu memperhatikan kepentingan semua orang tanpa terkecuali.

تَفَسَّحُوا۟

Maka lapangkanlah!

Artinya memberikan kesempatan kepada orang lain untuk juga mengenyam pendidikan. Dengan demikian pendidikan tidak boleh menjadi monopoli pihak tertentu.

 يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ

Niscaya Allah memberi kelapangan bagi kalian.

Frasa itu merupakan jawaban perintah, "Maka lapangkanlah!", Dari segi tata bahasa, jawaban perintah itu membuat jazam kata kerja mudhari' yang menjadi jawabannya (يَفْسَحِ). Kata itu tertulis kasrah, karena bertemu dua kata yang berbaris sukun.

Dari segi makna, jawaban itu mengandung arti bahwa bila kita memberikan kepada orang lain untuk ikut serta dalam kegiatan pendidikan, itu bukan merugikan, melainkan lebih mencerahkan. hal itu dikarenakan bahwa partisipan memiliki kecerdasan tersendiri yang pasti akan memberikan masukan tersendiri pula. Dengan demikian, semakin banyak orang terdidik dalam satu masyarakat, maka akan semakin banyak pula masukan, dan selanjutnya akan menambah kemungkinan masyarakat itu maju.

وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟

Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kalian", maka berdirilah.

Maksudnya, "Bangun dan pergilah meninggalkan majelis." hal itu karena untuk sementara pendidikan sudah cukup untuk orang itu. Karena itulah ia diminta untuk meninggalkan tempat. Dengan demikian, pendidikan tidak boleh dimonopoli tetapi harus merata.

 يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Orang-orang yang beriman adalah mereka yang memercayai apa yang dinyatakan oleh wahyu (Al-Qur'an). Alat indranya yang utama ialah qalbu (hati). Orang-orang yang berilmu adalah mereka yang memperoleh pengetahuan dari mempelajari alam. Alat indranya yang utama ialah rasio. Alam ini akan ditemukannya amat besar dan kukuh. Ilmunya itu juga akan membawanya untuk mengimani Allah.

Orang yang beriman, baik melalui hati maupun rasionya itulah yang ditinggikan Allah derajat mereka beberapa tingkat.

وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.

خَبِيرٌ maknanya amat tahu dan amat mampu memberitahukan. Maksudnya, bagaimanapun kecil atau besar perbuatan seseorang, Allah pasti mengetahuinya dan pasti mampu pula memberitahukan perbuatannya itu nanti kepadanya. Dengan demikian, Allah dalam potongan ayat ini hendak menyatakan bahwa Dia melihat bukti atau implementasi iman atau ilmu itu. Iman dan ilmu seharusnya memberikan buah yaitu perbuatan baik. Perbuatan baik ialah bukti iman dan ilmu. Tidak ada perbuatan baik, sama artinya tidak ada iman dan tidak ada ilmu.

Ambillah contoh sebuah marka jalan yang maknanya adalah pengemudi harus belok kanan karena di depan ada jurang. Hanya orang yang tidak percaya makna marka itu, atau tidak mengetahui maknanya, yang melabrak marka itu, lalu jalan lurus, yang akibatnya masuk jurang. Akan tetapi, orang yang percaya makna marka dan mengetahui adanya marka itu, ia akan mematuhinya dan belok kanan. Maka ia selamat. Jadi, iman dan ilmu itu harus membuahkan tindakan, yaitu perbuatan baik.


NILAI-NILAI PENDIDIKAN

1. Pendidikan itu wajib diselenggarakan bagi warga negara.
2. Pendidikan itu harus demokratis, artinya memperhatikan kepentingan semua pihak.
3. Pendidikan itu harus merata, artinya tidak dimonopoli satu pihak.
4. Pendidikan itu menentukan kemajuan satu masyarakat/bangsa.
5. Sebagaimana orang beriman, orang berilmu juga akan ditinggikan Allah derajatnya beberapa derajat, karena iman dan ilmu mendorongnya berbuat baik.
6. Iman dan ilmu perlu bukti yaitu perbuatan baik. Perbuatan baik merupakan tolok ukur kualitas iman dan ilmu seseorang.

IMPLEMENTASI NILAI DALAM PENDIDIKAN

1. Memperlakukan siswa sama dalam hal apa pun, misalnya dalam penerimaan siswa baru, perlakuan di dalam kelas, pelaksanaan hak dan kewajiban, dan sebagainya. (Metode: pembiasaan)
2. Membedakan penilaian terhadap siswa berdasarkan prestasi, kepatuhan, akhlaq, dan sebagainya tentu dibolehkan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Al-Karim.
Shahih Al-Bukhari.
Shahih Muslim.
Al-Ashfahani. Al-Mufradat.
Al-Maraghy, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghy.
Al-Thabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Jami' Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an. Bairut: Dar Hijr.
Harun, Salman. 2000. Mutiara Al-Qur'an. Jakarta: Logos.
Ibn Katsir. Tafsir Ibn Katsir.
Shihab, Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
Yusuf Ali, Abdullah. The holy Qur'an. Terjemahan Ali Audah. 1993. Jakarta: Pustaka Firdaus. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Posting Komentar untuk "KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR"